Beberapa hari yang lalu, saya dan teman-teman PMII diundang untuk mengikuti acara berbagi pengalaman beragama dengan mahasiswa Towson University di Pacific Place Mall. Sebuah agenda yang menarik tentunya. Acara sharing ini diselenggarakan dengan sistem video conference. Pada mulanya, PMII diagendakan menjadi moderator untuk acara ini, namun entah kenapa tiba-tiba diganti dengan komunitas Remaja Sunda Kelapa.
Saya berharap banyak dengan acara ini. Saya yakin dengan pengalaman beragama orang - orang Indonesia yang sudah level "sophisticated" dan juga kadang terlalu "complicated". Acara dimulai dengan perkenalan dan saling sapa. lalu dengan basa-basi komunikasi. Setelah hampir setengah jam berjalan, ternyata acara belum serius juga. Masih santai dan seolah-olah ini malah curhat cuaca. Tak sabar, saya tulis saran di twitter dengan mention @atamerica yang langsung ditampilkan di layar besar sebelah kanan ruangan (FYI: pacific place mall lantai 3, tepatnya di pojok ruangan ada space bernama @atamerica yang didesain sebagai tempat display teknologi Amerika terkini, tak heran jika setiap orang yang masuk dipinjami IPAD satu persatu). Ada peserta lain yang juga melakukan hal sama: meminta acara agar agak lebih serius.
Saat mahasiswa Towson mulai "semangat", topik menjadi hangat, yakni tentang diskriminasi yang mereka alami di kampus. Tanpa dinyana, Saya kembali bertemu dengan Imam Bashar Arafat, figur yang pernah mengisi acara International Interfaith Youth Meeting di Yogyakarta yang pada saat itu saya menjadi moderator. Di video, dia menjadi pendamping mahasiswa Towson. Saya masih menyimpan pertanyaan penting untuknya hingga saat di Pacific. Bashar adalah seorang figur yang menarik: lahir di Damaskus, Tinggal di Amerika dan fasih berbicara Muhammadiyah, NU dan Indonesia. Saat sesi tanya jawab dimulai, saya mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Tapi, entah kenapa selalu perempuan yang dipilih. Dan saya pun tidak punya kesempatan bertanya. Dengan sistuasi yang demikian, pertanyaan untuk Bashar masih tersimpan dan akan disampaikan di meeting selanjutnya (entah kapan, hehe).
Mahasiswa Towson yang mengamati dengan serius pun mengajukan pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh mereka yang didepan. Akhirnya moderator memberikan kesempatan pada audiens untuk menjawab. Saya mengangkat tangan tinggi-tinggi. Dan cuma saya ternyata yang mengangkat tangan. Akhirnya kesempatan berbicara saya dapatkan. Saya ngomong panjang, ngalor ngidul berbicara soal keragaman agama di Indonesia dan relasinya dengan kehidupan sosial, ekonomi dan politiknya. Karena terlalu panjang, moderator menanyakan ke mahasiswa Towson soal penjelasan saya, dan mereka dengan tersenyum mengatakan "VERY".
Akhirnya, kunjungan dan sharing ini diakhiri dengan foto-foto.........
Bagi Muslim, menjadi mayoritas ataupun minoritas di sebuah negara tak jadi soal, tetapi kalaupun ada masalah, masalahnya pasti berbeda-beda. Dan penjelasan yang saya sampaikan di forum ini akan saya jadikan tulisan di blog ini, nantinya. :-)
0 comments:
Posting Komentar