Jakarta - Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) mendesak Presiden RI, Susilo Bambang-Yudhoyono, dan calon presiden terpilih, Joko Widodo, untuk menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Pernyataan ini disampaikan presiden PPIA Australian Capital Territory (ACT), Shohib Essir.
"Pada 7 September 2004, Munir diracun dalam perjalanan ke Belanda untuk studi pasca-sarjana, menjadi pelajar diaspora seperti kami," kata Shohib usai meluncurkan pembukaan lomba karya sastra berjudul 'Munir, Jokowi, dan Masa Depan Indonesia' di Canberra, Australia, dalam keterangannya, Selasa *26/8/2014).
Terpilihnya Joko Widodo, lanjut Shohib, menumbuhkan harapan baru akan dilanjutkannya pengungkapan kasus Munir. Harapan yang sama dikemukakan Awidya Santikajaya, ketua Indonesia Synergy, forum mahasiswa pasca-sarjana berbasis di Canberra.
"Mengapa sudah 10 tahun Negara hanya adili pelaku lapangan? Ini sebuah kejanggalan. Kita harus mengingatkan Jokowi agar kasus Munir tidak terabaikan" tegas Awidya.
Untuk mengenang 10 tahun kematian Munir dan 10 tahun perjuangan pengungkapan kasus itu, PPIA Canberra dan Indonesia Synergy menggelar serangkaian acara. PPIA dan Synergy menyerukan tiga langkah praktis kepada publik media sosial
"Kita mengajak publik, menandatangani petisi yang dibuat Suciwati di situs Change.org/Munir, mengajak pengguna media sosial memakai gambar Munir dengan seruan #IndonesiaMenolakLupa, dan mendesak pemimpin negara menuntaskan kasus Munir," tegas Awidya.
"Pak @Jokowi_do2 mohon tuntaskan ujian sejarah kita dari Pak @SBYudhoyono dengan menuntaskan ks Munir #10thnMunir" begitu bunyi salah satu kicauan mereka.
Selain kasus Munir, mereka juga mendesak Jokowi sebagai pemimpin baru Negara untuk tuntaskan kasus Marsinah, Wiji Tukul, 1965, Priok, Talangsari, Trisakti, Semanggi, Aceh, hingga Papua.
Selain itu, para diaspora Indonesia ini juga menggelar diskusi publik berjudul 'Indonesia's Unfinished Agenda: The Unsolved Murder of Munir Said Thalib' pada 2 September 2014 di Australian National University. Diskusi ini akan menghadirkan pakar politik Indonesia dari Australian National University, Marcus Mietzner dan profesor reformasi hukum dan keadilan Simon Rice. Diskusi ini juga akan diisi oleh paparan mantan sekretaris Tim Pencari Fakta Kasus Munir, Usman Hamid.
Acara lain yang akan digelar juga lomba menulis puisi, gurindam dan pantun bertema 'Sastra Menolak Lupa', lomba puisi ini terbuka bagi siapa saja di mana saja. Sebuah film dokumenter berjudul 'His Story' garapan Steve Pillar dan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) juga akan diputar di rangkaian kegiatan ini.
Link asli berita ini bisa dilihat di sini
"Pada 7 September 2004, Munir diracun dalam perjalanan ke Belanda untuk studi pasca-sarjana, menjadi pelajar diaspora seperti kami," kata Shohib usai meluncurkan pembukaan lomba karya sastra berjudul 'Munir, Jokowi, dan Masa Depan Indonesia' di Canberra, Australia, dalam keterangannya, Selasa *26/8/2014).
Terpilihnya Joko Widodo, lanjut Shohib, menumbuhkan harapan baru akan dilanjutkannya pengungkapan kasus Munir. Harapan yang sama dikemukakan Awidya Santikajaya, ketua Indonesia Synergy, forum mahasiswa pasca-sarjana berbasis di Canberra.
"Mengapa sudah 10 tahun Negara hanya adili pelaku lapangan? Ini sebuah kejanggalan. Kita harus mengingatkan Jokowi agar kasus Munir tidak terabaikan" tegas Awidya.
Untuk mengenang 10 tahun kematian Munir dan 10 tahun perjuangan pengungkapan kasus itu, PPIA Canberra dan Indonesia Synergy menggelar serangkaian acara. PPIA dan Synergy menyerukan tiga langkah praktis kepada publik media sosial
"Kita mengajak publik, menandatangani petisi yang dibuat Suciwati di situs Change.org/Munir, mengajak pengguna media sosial memakai gambar Munir dengan seruan #IndonesiaMenolakLupa, dan mendesak pemimpin negara menuntaskan kasus Munir," tegas Awidya.
"Pak @Jokowi_do2 mohon tuntaskan ujian sejarah kita dari Pak @SBYudhoyono dengan menuntaskan ks Munir #10thnMunir" begitu bunyi salah satu kicauan mereka.
Selain kasus Munir, mereka juga mendesak Jokowi sebagai pemimpin baru Negara untuk tuntaskan kasus Marsinah, Wiji Tukul, 1965, Priok, Talangsari, Trisakti, Semanggi, Aceh, hingga Papua.
Selain itu, para diaspora Indonesia ini juga menggelar diskusi publik berjudul 'Indonesia's Unfinished Agenda: The Unsolved Murder of Munir Said Thalib' pada 2 September 2014 di Australian National University. Diskusi ini akan menghadirkan pakar politik Indonesia dari Australian National University, Marcus Mietzner dan profesor reformasi hukum dan keadilan Simon Rice. Diskusi ini juga akan diisi oleh paparan mantan sekretaris Tim Pencari Fakta Kasus Munir, Usman Hamid.
Acara lain yang akan digelar juga lomba menulis puisi, gurindam dan pantun bertema 'Sastra Menolak Lupa', lomba puisi ini terbuka bagi siapa saja di mana saja. Sebuah film dokumenter berjudul 'His Story' garapan Steve Pillar dan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) juga akan diputar di rangkaian kegiatan ini.
Link asli berita ini bisa dilihat di sini
0 comments:
Posting Komentar